[15 Mei 2025], Indonesia merupakan negara agraris dengan ketergantungan ekonomi yang sangat besar pada sektor pertanian. Meski menjadi produsen pangan terbesar di Asia Tenggara, tantangan serius masih dihadapi, terutama terkait risiko gagal panen akibat dinamika cuaca dan iklim ekstrem. Perubahan iklim global meningkatkan frekuensi fenomena seperti El Niño dan La Niña yang berdampak langsung pada produksi pertanian nasional. Di sisi lain, keterbatasan akses modal, infrastruktur yang belum merata, dan rendahnya literasi finansial petani kecil membuat sektor pertanian semakin rentan. Oleh karena itu, diperlukan strategi inovatif yang menggabungkan ilmu geofisika, khususnya meteorologi dan klimatologi, dengan pendekatan pertanian presisi. Salah satu konsep yang semakin relevan adalah Forecast-Based-Financing (FbF), yakni mekanisme pendanaan berbasis prakiraan cuaca dan iklim yang dirancang untuk memperkuat ketahanan pangan dan keberlanjutan pertanian.
Pendekatan yang diusulkan berangkat dari kerangka Climate Smart Agriculture (CSA) yang dikembangkan FAO sebagai panduan global dalam pengelolaan pertanian di era perubahan iklim. Model FbF kemudian dipadukan dengan data prakiraan cuaca dan iklim dari BMKG, yang mampu memberikan prediksi harian hingga musiman. Analisis dilakukan dengan menghubungkan hasil prakiraan tersebut dengan tindakan pencegahan kegagalan panen melalui tabel kontingensi, evaluasi probabilitas, serta perhitungan biaya-manfaat. Dengan cara ini, data geofisika tidak hanya menjadi informasi statistik, melainkan juga dasar pengambilan keputusan untuk menentukan apakah dana kesiapsiagaan perlu dicairkan dan tindakan apa yang paling tepat dilakukan di lapangan.
Integrasi CSA dan FbF memungkinkan petani untuk mendapatkan perlindungan finansial bahkan sebelum ancaman bencana iklim benar-benar terjadi. Sistem ini memanfaatkan prakiraan cuaca jangka pendek hingga tahunan yang berfungsi sebagai pemicu pencairan dana. Alhasil, petani bisa segera melakukan langkah mitigasi, mulai dari menyesuaikan pola tanam, memilih varietas yang lebih tahan terhadap iklim ekstrem, hingga menyiapkan lahan menghadapi banjir. FbF dibangun di atas tiga komponen penting, yaitu informasi prediksi yang akurat, dana kesiapsiagaan yang siap digunakan, serta rencana aksi pencegahan yang jelas. Sebagai contoh, ketika prakiraan BMKG menunjukkan potensi hujan ekstrem akibat La Niña, dana dapat segera dialokasikan untuk mendukung upaya penyelamatan lahan pertanian dari risiko banjir. Pendekatan ini berbeda dengan pola konvensional yang cenderung reaktif, karena dana sudah tersedia untuk bertindak sebelum kerugian terjadi. Meski begitu, tantangan tetap ada. Keakuratan prakiraan cuaca menjadi kunci utama, karena kesalahan prediksi dapat menimbulkan “false alarm” yang mengurangi kepercayaan petani. Selain itu, keterbatasan infrastruktur observasi geofisika di Indonesia masih menjadi hambatan, terutama jumlah stasiun cuaca yang belum merata di seluruh wilayah. Meski demikian, peluang pengembangan cukup besar. Pemanfaatan teknologi satelit, big data, serta model statistik dan dinamis dapat meningkatkan presisi prediksi. Selain itu, mekanisme ini membuka jalan bagi pengembangan asuransi pertanian berbasis indeks, yang relatif lebih mudah diakses petani kecil dibandingkan skema asuransi tradisional.
Pengalaman di Amerika Latin menunjukkan bahwa FbF dapat menurunkan biaya kerugian bencana melalui peningkatan kesiapsiagaan. Dengan kondisi iklim tropis Indonesia yang sangat dinamis, adaptasi konsep ini berpotensi memberikan dampak serupa, khususnya dalam memperkuat ketahanan pangan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani di pedesaan.
Forecast-Based-Financing (FbF) menawarkan terobosan dalam mendukung pertanian presisi di Indonesia dengan memanfaatkan data geofisika, khususnya prakiraan cuaca dan iklim. Mekanisme ini memungkinkan petani memperoleh perlindungan finansial serta kesempatan bertindak lebih awal dalam menghadapi risiko gagal panen. Keberhasilan penerapannya sangat bergantung pada akurasi prediksi cuaca-iklim, ketersediaan dana kesiapsiagaan yang transparan dan cepat dicairkan, serta integrasi teknologi geofisika dalam praktik pertanian presisi. Jika sinergi antara sektor pertanian, lembaga keuangan, dan penyedia data geofisika seperti BMKG dapat terjalin dengan baik, Indonesia berpeluang memperkuat ketahanan pangan sekaligus membangun fondasi ekonomi pedesaan yang lebih tangguh di tengah perubahan iklim.
Referensi
Wijaya, A. R., & Susandi, A. (2018). Konsep Forecast-Based-Financing untuk Pertanian Presisi di Indonesia. Seminar Nasional Sains Dan Teknologi, 1–11.